Minggu, 14 September 2008

MENCARI PRESIDEN IMPIAN RAKYAT*)

Di tengahlonjakan harga sejumlah komoditas pangan, tingkat penganguran dan kemiskinan yang semakin berlomba dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, masih banyaknya balita yang menderita gizi buruk pembahasan syarat pengajuan pasangan capres dan cawapres masih menjadi perdebatan alot di Pansus RUU Pilpres. Pasalnya, fraksi-fraksi DPR mengajukan usulan beragam tentang persentase pengajuan calon oleh parpol atau gabungan parpol.

Fraksi terbesar di DPR, F-PG mengusulkan pasangan capres dan cawapres dalam Pilpres 2009 diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki 30% kursi DPR hasil pemilu legislatif. Selanjutnya F-PDIP mengusulkan 25%.

Sementara fraksi-fraksi menegah seperti F-PPP, F-PD, dan F-PAN mengusulkan 15%. Usulan tersebut sama dengan usulan yang diajukan pemerintah dalam draf RUU Pilpres.

Sedangkan F-KB mengusulkan agar partai yang lolos parliamentary threshold (PT) 2,5% pada pemilu legislatif berhak mengajukan pasangan capres dan cawapres. Sementara F-PKS belum menentukan sikap.

Perdebatan yang lagi-lagi membuat masyarakat awam begitu mudahnya membaca, perdebatan sengit itu hanya bersifat politis. Bagaimana agar calon presiden dari partai-partai kuat dapat diusung tanpa mengalami kesulitan dan di lain pihak bagaimana partai-partai lain berusaha menghalangi berbagai upaya yang dilakukan partai lainnya. Seperti yang sudah-sudah, kisah itu diakhiri dengan kolaborasi dan negosiasi yang meminggirkan kekuatan partai-partai kecil yang hanya terasa seperti kerikil-kerikil kecil.

Satu lagi, masyarakat yang sudah lama menderita, kembali akan sekedar menjadi obyek penderita (meminjam istilah dalam tata bahasa Indonesia). Mereka hanya akan menikmati janji-janji kosong, ikut bergoyang kala di hibur artis-artis dangdut ternama yang sengaja menyulap kegetiran nasib mereka menjadi hiruk pikuk massa. Sementara sebagian masyarakat lainnya dengan sabar menanti kapan satria piningit yang dijanjikan Jayabaya akan dating mengangkat kembali harkat dan martabat bangsa yang makin terperosok.

Tak hanya krisis pangan, masyarakat Indonesia juga telah krisis identitas. Betapa tidak, orang yang seharusnya menegakkan keadilan justru menjadi pelopor dalam kasus suap menyuap, tak hanya itu, masyarakat pun mulai mempertanyakan keberadaan hati nurani para wakilnya di “rumah rakyat” dalam memperjuangkan nasib mereka.

Masyarakat juga haus akan kebanggaan. Tak hanya masih juga terjajah di bidang pangan, energi, Indonesia juga krisis kebanggaan. Pada pertandingan All England yang baru saja berlangsung, berlalu begitu saja tanpa mampu merebut satu gelar pun. Lantas dimana kemegahan sorak sorai dan pawai piala All England, Thomas Cup, Ubber Cup yang pernah ada ???

Namun harus diakui argumentasi yang menyatakan UU Pilpres harus bersinergi dengan UU Pemilu ada benarnya. Karena itu, syarat PT 2,5% dalam UU Pemilu mestinya menjadi dasar bagi pengajuan capres dan cawapres dalam UU Pilpres juga dapat diakui kebenarannya. Demikian pula tentang pendapat yang menyatakan bahwa ada kemungkinan jika terlalu banyak pasangan calon yang diajukan, tidak bisa menjadi alasan terhadap efisiensi biaya pilpres, karena sedikit atau banyak calon tidak berpengaruh pada efisiensi biaya pilpres. Harapannya, dengan makin banyak calon yang diajukan akan lebih baik karena lebih variatif dan rakyat lebih banyak mendapat pilihan.

Sayangnya, tak satu pun perdebatan yang bermuara bagaimana caranya agar calon-calon Presiden yang akan dijaring benar-benar pemimpin yang merakyat. Merakyat dalam artian sesungguhnya. Tidak sekedar eforia dalam media massa untuk memancing rasa empati dari publik.

Sebab, masyarakat yang sudah terhimpit berbagai beban yang mengunung sudah diambang batas toleransi kesabaran yang mereka miliki. Mereka membutuhkan pemimpin yang berempati tinggi, cerdas, memiliki karakter yang kuat the affluent, seorang pemimpin yang merupakan pekerja keras karena begitu banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mulai dari reformasi birokrasi sampai kedaulatan pangan dan energi, memiliki rasa percaya diri yang kuat, menyukai inovasi, proaktif dan berani membela kepentingan rakyat.

Jika calon presiden yang nantinya akan terjaring dengan ketentuan-ketentuan yang memetakan karakter pemimpin, profil, kemampuan, kredibilitas yang kuat seperti itu, niscaya calon presiden terpilih pada pemilu 5 Juli 2009 esok adalah Pemimpin yang dicintai rakyatnya, dan rakyat Indonesia akan dengan bangga mengatakan, “presiden calon penghuni surga yang begitu peka mendengar jeritan hati kami” dan kita pun tak lagi iri melihat sosok Hugo Chaves dan Ahmad Dinejjad yang begitu kuat, gagah, cerdas dan dicintai rakyatnya sebab kita sudah memiliki Presiden yang dekat dihati rakyat yang sudah lama menjadi impian rakyat jelata yang terpinggirkan.

*) pendapat pribadi

Tidak ada komentar: