Kepada Yang Terhormat.
Bapak/Ibu Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
Di Tempat
Dengan hormat,
Melalui surat ini, saya seorang rakyat biasa, yang sudah letih menunggu akhirnya memberanikan diri untuk mengirim surat ini secara terbuka kepada Bapak/Ibu Yang Terhormat. Mohon kiranya surat ini tidak ditanggapi secara emosional, ataupun melihatnya dari kacamata dimana Bapak/Ibu Yang Terhormat berada saat ini. Dengan kerendahan hati pula saya memohon, untuk sekali ini saja, Bapak/Ibu Yang Terhormat rela melepaskan kedudukan,posisi, kehormatan Bapak/Ibu Yang Terhormat, untuk membayangkan sejenak, andai Bapak/Ibu Yang Terhormat berada pada posisi kami, rakyatmu….yang telah sekian lama dengan sabar menunggu sentuhan kasih sayangmu sebagai para pemimpin bagi negeri ini.
Bapak/Ibu Yang Terhormat, mohon maaf, jika saya seolah tidak mampu memahami betapa gentingnya situasi Bapak/Ibu Yang Terhormat pada saat ini. Politik mungkin adalah segalanya bagi Bapak/Ibu Yang Terhormat,namun mohon maaf jika bagi saya politik tak ubahnya hanya sebuah pertarungan belaka, siapa pun yang menang dan yang kalah pasti akan terluka. Ibarat sebuah pertarungan, mungkin saat ini adalah saat yang paling menentukan, sehingga seluruh pikiran, jiwa dan raga Bapak/Ibu Yang Terhormat tercurah, sebab inilah saatnya pertarungan antara hidup dan mati, dia atau aku yang akan menang, dan yang terkuatlah akan menang.
Bapak/Ibu Yang Terhormat, sekali lagi, sebentar saja, tinggalkan semua singasana, impian bahkan obsesi yang Bapak/Ibu Yang Terhormat miliki untuk berdiri dan melihat semua permasalahan dari sisi dimana saat ini kami berdiri…. Sebentar saja, hanya sebentar….
Maaf, jika permintaan saya ini terlalu berat untuk dipenuhi….tapi sebentar saja….pejamkan mata Bapak/Ibu Yang Terhormat….perlahan….bayangkan Bapak/Ibu Yang Terhormat saat ini sedang menjalani kehidupan yang telah berhari-hari, berminggu-minggu….berbulan-bulan….bahkan bertahun-tahun kami jalani…….
Lupakan sejenak pilihan-pilihan dengan siapa Bapak/Ibu Yang Terhormat akan berkoalisi….lupakan….lupakan sejenak kursi menteri apa saja yang Bapak/Ibu Yang Terhormat inginkan….lupakan…..lupakan berbagai macam pilihan strategi kemenangan dalam Pilpres mendatang….lupakan…..
Lihatlah….sekelilingmu saat ini….di perempatan antara jl pramuka….lihatlah….berapa banyak anak-anak kecil berlalu lalang…pakaian mereka compang-camping….rambut mereka pun tak tersisir….mata mereka bukan lagi tatapan mata seorang anak kecil yang lugu….sorot mata itu telah penuh dendam, marah dan iri….bayangkan…..andaikan anak-anak itu adalah cucu-cucumu…..bayangkan….apa yang ingin kau perbuat untuk mereka ???? pantaskah dirimu menyebut telah berjasa, telah berbuat untuk bangsa ini sedangkan engkau tak pernah sedikitpun melihat, merasakan penderitaan mereka ???? Bayangkan…..seandainya mereka adalah cucu-cucu mu….apa yang ingin kau lakukan untuk mereka ?? Jangankan bermimpi dilahirkan di ruang VIP lengkap dengan fasilitas dan dokter spesialis ternama….mereka bahkan tak pernah diharapkan untuk terlahir di muka bumi ini….mereka telah terbuang atas nama peradaban dan pembangunan….lalu siapakah yang harus bertanggung jawab….jangan-jangan lagi kau katakan….bahwa pemerintah tak bersalah….bahwa rakyat yang bersalah….seperti lontaran sombong beberapa waktu lalu yang terdengar….jangan, kami sudah terlalu lelah untuk berdebat….sebab apa yang ingin kami katakan pun kami sudah tak tahu….lidah kami sudah kelu….kami hanya mampu menghafalkan satu kalimat, “Minta uang Bu…..minta uang Pak…..kami lapar…..kami belum makan ……” sementara makanan-makanan bergizi nan mengeliurkan yang terhidang di hadapanmu harus dipantang dengan alasan kesehatan….
Teruslah berjalan…..menyusuri sepanjang jalan Pramuka….lihatlah….betapa gigih rakyatmu terus berjuang mempertahankan hidup mereka….menawarkan botol-botol minuman yang mungkin sudah didaur ulang….persetan dilarang atau tidak….yang penting kami dapat uang untuk makan hari ini….
Lihatlah metro mini yang kebut-kebutan demi mengejar setoran…..lalu ketika mereka lalai mereka harus rela digebuki….lantaran mereka tak sengaja telah menabrak pengendara motor yang mungkin juga sudah terlalu letih karena setiap hari dia harus melalui rute yang sama yang tak dapat lagi di hitung jaraknya…..
Lihatlah kereta api ekonomi…..berapa banyak rakyat mu bergelayutan….jangankan memikirkan resiko yang harus mereka tanggung….mereka hanya berpikir….sayang, jika aku harus membeli tiket, uang itu bisa untuk beli beras istriku, uang itu bisa untuk membeli buku sekolah anakku…..sementara kau sibuk mengerutu hanya karena jalan macet….padahal engkau sedang berada dalam mobilmu yang super dingin dan empuk…..
Bapak/Ibu Yang Terhormat….maaf….bukan rakyatmu tak tahu beban derita yang harus engkau tanggung….betapa banyaknya rapat kabinet yang harus engkau pimpin…betapa banyaknya proyek pembangunan yang harus engkau teliti ulang….berapa banyak undangan kenegaraaan yang harus engkau hadiri….tapi maaf….rakyatmu sudah terlalu letih…..
Lihatlah….perempuan-perempuan itu tersenyum ke arahmu, mengoda….”Mampir mas, mampir….” Bujuk mereka….bibir mereka tersenyum manis….tapi pernahkan engkau membayangkan jika yang tengah berdiri di pinggir rel itu adalah anak-anak perempuanmu ??? Tentu tidak…..sebab dari awalnya….kehidupanmu telah jauh berada di atas mereka….tapi pernahkah engkau pikirkan nasib mereka sedikit lebih lama ?? Jalan keluar apa yang dapat engkau tawarkan sebagai pemimpin mereka agar mereka dapat keluar dari jurang kenistaan dan jurang neraka ??? Pernahkah engkau banyangkan penderitaan yang harus mereka lalui ?? Penderitaan dunia sekaligus penderitaan akhirat …..penderitaan dunia ketika mereka harus menekan dalam-dalam perasaan mereka agar mereka dapat melayani lelaki hidung belang….penderitaan mereka ketika para tetangga mereka mencibir, “lihat tuh….si pelacur…” penderitaan mereka ketika usia senja mereka beranjak….mereka tersadar….tak ada seorang pun yang rela menjadi pendamping mereka….bahkan anak-anak mereka pun telah pergi meninggalkan mereka…..bahkan anak-anak yang mereka lahirkan mengingkari keberadaan mereka sebagai seorang ibu yang pernah melahirkan mereka….”kamu bukan ibuku, kamu pelacur….” Pernahkah kau bayangkan duka mereka???? Apa yang dapat engkau tawarkan kepada mereka agar setidaknya sedikit saja, sebentar saja mereka merasakan manisnya madu kehidupan ???
Pernahkah sebentar saja engkau membayangkan….rumah yang dulu engkau tempati….mendadak penuh dengan lumpur yang membajiri….engkau pun terpaksa meninggalkannya….dan saat ini engkau tertidur bersama-sama yang lain di sebuah pasar….sementara terus dan terus engkau menunggu penuh sabar uang ganti rugi yang dijanjikan ??? Masih sanggupkah engkau berkata dengan lantang bahwa semua prosedur harus dijalani, pemerintah sudah berusaha jika engkau membayangkan engkau berada pada posisi mereka ?? Melihat atap rumahmu yang nyaris tak tampang di tengah lautan lumpur ??
Masih sanggupkah engkau dengan ponggah mengatakan bahwa program sekolah gratis yang engkau canangkan telah berhasil sementara…..masih banyak anak-anak yang enggan bersekolah karena dia tak memiliki buku-buku LKS, buku tematik….sementara buku-buku itu juga diwajibkan untuk dibawa??? Padahal triliunan rupiah telah diguyurkan atas nama anggaran pendidikan…..
Bapak/Ibu Yang Terhormat, maaf, jika akhirnya rakyat mu tak lagi menyesali karena dia terpaksa berdosa lantaran nama nya tak tercantum dalam DPT….maaf bila rakyatmu tak lagi melihat pemilu sebagai sebuah harapan baru….sebab….kami telah lama dikhianati….berapa banyak pemilu telah kami lalui…..berapa banyak janji-janji telah kami resapi….ternyata kami hanya bermimpi…..sementara engkau pun sibuk bermimpi….
Ya….maafkan kami jika kami tak lagi ingin memikirkan siapa yang benar dan siapa yang salah dalam pemilu ini….kami tak lagi ingin memikirkan ada tidaknya kecurangan dalam pemilu ini …..meskipun begitu banyaknya bukti kami lihat di berbagai media massa….kotak-kotak suara yang dibongkar….gerakan-gerakan dalam diam di berbagai tempat yang membujuk….menawarkan beras yang berwarna agak kecoklat-coklatan disertakan empat bungkus mie instan, minyak goreng yang berwarna kuning kecoklatan….bukan seperti beras yang biasa engkau makan….lalu disertakan pula Pin-Pin berhiaskan wajahmu yang tersenyum….maaf….rakyatmu sudah terlalu letih mendengar debat demi debat yang saling bersautan….maaf….karena akhirnya setelah pesta pemilu itu berakhir….rakyatmu tetap harus tertatih-tatih….harus mengais-gais dari sampah rumah yang satu ke rumah yang lain….sebelum akhirnya mengumpulkan barang-barang yang terlihat masih dapat dipakai ke pengepul…..sementara engkau masih sibuk memikirkan anggaran untuk mobil-mobil dinas para pejabat……maaf…..rakyatmu sudah terlalu sibuk memikirkan bagaimana, darimana kami dapatkan uang untuk makan hari ini…..sebagaimana engkau…. Bapak/Ibu Yang Terhormat….juga sibuk memikirkan argumentasi apa yang akan engkau katakan dihadapan para jurnalis agar citra mu tak mampu dirubuhkan oleh lawan…..maaf bila kami sudah terlalu bosan mendengar tutur katamu yang terlalu sopan bagi kami….sebab dalam kehidupan kami sehari-hari….kami terbiasa mendengar “bajingan lu!!” namun kemudian kami tetap dapat saling memeluk di tengah kerumunan pasar…..atau “Setan” lantas kami tertawa….maaf….bila kami tak sanggup berempati pada beratnya beban yang harus Engkau pikul wahai para pemimpin negeri ini….sebab…..kami pun tak lagi sanggup bermimpi bahwa Engkau akan sedikit memberikan empatimu pada kami…..kami sudah tak mampu lagi Engkau kecewakan lagi kali ini….sebab….maaf….kami sudah tak mampu lagi berharap pada para pemimpin yang hanya sibuk menghitung-hitung kekuatan dan kelemahan….bukan menghitung-hitung berapa banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan….bukan menghitung berapa jumlah fakir miskin dan anak-anak telantar yang harus diperlihara…..maaf….bila kami tak mampu lagi berharap bahwa engkau akan rela turun ke bawah seperti yang pernah engkau janjikan untuk membangun moral kami yang terlanjur bejat….jika engkau tak lagi mampu melihat kemungkaran-kemungkaran yang telah dilakukan para anak buahmu demi tercapainya kemenanganmu….kami tahu engkau adalah manusia yang luar biasa….bahkan engkaupun sanggup menitikan air mata mu kala kamera televisi menyorotmu….tapi maaf….kami….rakyatmu…..sudah tak mampu lagi menitikan air mata kami yang telah lama mengering…..bahkan dukamu lantaran dituding telah melakukan perbuatan curang tak mampu lagi kami rasakan sebab hati kami telah lama mati….sebab kehidupan yang harus kami tapaki….akan terasa lebih menyakitkan jika kami tak “membunuh” hati sendiri….mampukah seorang perempuan melacur, jika dia masih punya hati ?? sanggupkah seorang anak membunuh ayahnya sendiri jika dia masih punya hati ??
Bapak/Ibu Para Pemimpin Negeri ini Yang Terhormat…..sebentar saja….tanggalkan egomu….tanggalkan kepentingan partaimu….dengarkanlah jeritan rakyatmu….tangisan mereka yang kehujanan di penampungan sementara karena rumah mereka teremdam lumpur….zikir mereka di bawah atap gubuk yang reyot….doa mereka yang menenggadahkan tangannya di pinggiran jalan…..Ya Allah…..kuatkanlah hati kami agar kami sanggup melalui cobaan ini…..lihatlah rakyatmu…..mereka….bahkan tak lagi berdoa agar Allah menurunkan pemimpin yang adil dan pengasih….seperti Khalifah Umar yang rela mengendap-endap di tengah gelapnya malam….menyamar seperti rakyat kebanyakan lalu langsung memberikan dermanya….mereka sudah tak mampu lagi berdoa agar Allah menurunkan pemimpin yang rela hidup sederhana….sama seperti rakyatnya….mereka sudah tak mampu lagi berdoa….agar diturunkan seorang pemimpin yang benar-benar mampu menjadi KHALIFAH menjadi PEMIMPIN….yang mampu mengayomi, melindungi, disegani baik kawan maupun lawan….seperti Nabi Muhammad SAW yang demikian disegani oleh lawannya….Nabi Muhammad SAW tidak pernah membalas mengertak lawannya….dia justru terus bersikap lembut….tulus….hingga akhirnya ketika pedang terhunus….lawan terberatnya justru berbalik menjadi pelindungnya yang setia….sebab Nabi Muhammad SAW senantiasa menyentuh setiap umat manusia dengan keikhlasan hatinya yang demikian tulus…..demikian pula dengan Maryam….yang tak gentar ketika difitnah lantaran telah melahirkan Nabi Isa tanpa seorang suami….begitulah kekuasaan Tuhan – Jika Tuhan Berkata “Terjadilah!” maka akan “Terjadi”. Sesungguhnya kemungkaran dan dusta apapun yang disembunyikan demikian rapat pasti akan terbongkar….demikian pula dengan kebenaran….PEMIMPIN sejatinya adalah seorang KHALIFAH….seorang KHALIFAH….yang sejati tentunya akan lebih memikirkan nasib rakyatnya….ketimbang nasibnya sendiri….lihatlah Musa yang rela meninggalkan kenikmati di istana raja menyebrangi lautan….maaf….sekali lagi maaf jika surat ini terlalu lancang…..hanya saja sebagai rakyatmu….kami sudah terlalu lelah menunggu……
**) Catatan ini telah dimuat di http://public.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar