Senin, 27 April 2009

Gang Dolly

Gang Dolly….tiba-tiba pikiran saya tertuju pada lokasi yang tergolong padat penduduk di daerah Jarak, Pasar Kembang, Surabaya. Dulu, saat saya kelas IV SD karena penasaran berat, saya minta Papi mengajak ke lokasi pelacuran yang konon kabarnya terbesar se Asia Tenggara itu. Bahkan, menurut kabar burung, Gang Dolly jauh lebih besar dari Phat Pong di Bangkok, atau Geylang di Singapura. Ditengah panas mentari...jauh-jauh dari Semarang, saya akhirnya melihat juga lokasi pelacuran yang tersohor itu.

Konon, menurut sebuah situs ternama, gang dolly sudah eksis sejak jaman Belanda. Awalnya gang Dolly dikelola oleh seorang perempuan keturunan Belanda yang dikenal dengan nama Tante Dolly. Meski hingga sekarang keturunan dari Tante Dolly itu masih ada di Surabaya, namun dia tidak mengelola bisnis panas itu lagi.

“Hati-hati kalau mau pergi ke Surabaya. Sebab disana sulit mencari hotel yang bersih,” begitu kata teman SMA saya, saat kami bertiga lagi reunian di sebuah cafe. Dia lantas bercerita tentang kisah-kisah yang tak terungkap seputar kota Surabaya dan terutama Gang Dolly yang seolah menjadi magnet paling kuat bagi kota Surabaya.

Saya menyimak cerita itu dengan antusias. Kata orang, begitu ungkap teman saya (saya percaya karena memang dia jauh lebih di atas saya kadar elingnya) tarif paling murah di Gang DolLY Rp. 90.000. Tapi hebatnya disana tersedia bermacam-macam pilihan....saya tiba-tiba teringat sebuah tayangan stasiun televisi swasta yang mengupas tentang kehidupan PSK Gang Dolly.

Seorang PSK yang berada di kegelapan terdiam saat ditanya tentang alasan yang melatarbelakangi dia terjerumus ke dunia hitam....apakah karena faktor ekonomi ? ataukah karena adanya faktor lain ? Sakit hati ? Balas dendam ? atau karena kenikmatan ? akhirnya dia menjawab faktor ekonomi....lantas dia menuturkan kisah klasik yang sering terungkap....gadis lugu dari desa, lulusan SMP, dengan semangat ingin membantu meringankan beban orang tuanya. Meski sudah tahu temannya bekerja sebagai PSK, dia tetap setuju saat diajak bekerja di tempat yang sama, di gang Dolly....Katanya....orang tuanya tahunya dia bekerja di sebuah toko di Surabaya....akhirnya pekerjaan menyeretnya pada gemerlapnya kehidupan kota yang semu....dugem....mabuk-mabukan....”kadang hati saya nggak kuat, kadang inget dosa, kalau mabuk jadi agak terasa ringan....

Uhf....dada dan kepala saya tiba-tiba terasa berat....begitulah....hidup tak pernah terasa mudah....begitu banyak alasan berserakan jika kita mendengarkan dengan hati cukup dengan berjalan melintasi satu lorong jalan di Gang Dolly....ada yang melacur karena tidak ada pilihan lain, ada karena yang diperdaya temannya sendiri, ada yang karena dipaksa suaminya, ada yang karena patah hati, ada yang karena himpitan ekonomi.....Alasan yang sama akan menyergap kala kita dengarkan jeritan perempuan-perempuan malang di sepanjang rel Jatinegara.....

Yang unik, pernah sempat menjadi perdebatan hebat saat Gang Dolly diusulkan menjadi obyek wisata andalan Surabaya.....begitu berita di televisi swasta itu menyebutkan.....

Hahhhh?????? Obyek wisata andalan ???

Tak cukupkah kesohoran gang Dolly hingga kita perlu mengorbitkannya menjadi objek wisata andalan ??? Hehe....saya jadi tersenyum....membayangkan kunjungan turis ke Indonesia akan mengalahkan Thailand.....karena tertulis....Gang Dolly sebagai salah satu obyek wisata andalan....

Sebuah usulan yang sangat aneh....sangat tidak logic (meminjam bahasa Prof.Ing. Habibie....) Sebuah andalan seharusnya benar-benar patut diandalkan. Namun pantaskah kita mengandalkan sesuatu demi meraup triliunan rupiah dengan mengorbankan perempuan-perempuan malang itu ????

Perempuan malang ??? atau laki-laki malang ??? Entahlah.....

Lokalisasi pelacuran yang tetap dilanggengkan ....bahkan dipupuk semacam Gang Dolly itu pun masih mengundang tanda tanya besar dalam hati.....(maaf, saya tak bermaksud menjadi orang yang sok suci....namun saya hanya menganalisa ini berdasarkan logika bahwa prinsip dasar pembangunan adalah membangun segala sesuatunya menjadi lebih baik.....bukan sebaliknya.....demikian pula dengan pembangunan sosial yang seharusnya dikedepankan lebih dulu ketimpang sekedar pembangunan ekonomi.......)

Pembangunan sosial yang diarahkan kepada pembangunan manusia. Seperti apakah pembangunan manusia ?? sangat absurb, namun akan terasa mudah jika kita mulai melakukannya satu langkah demi satu langkah......

Pikiran saya mendadak melayang kepada masa kecil saya.....saya bersyukur dibesarkan oleh kedua orang tua yang sangat bijak....terlepas dari kekurangan-kekurangan mereka....namun saya sangat berterima kasih karena mereka tak hanya mengenalkan kehidupan dalam dua warna saja melainkan dalam rangkaian warna-warna pelangi.....ada jingga, ada unggu.....

“Bukan mau mereka seperti itu, “ kata Mami sambil mengingatkan agar saya jangan memandang Mbak Shinta dengan tatapan terheran-heran. “Mereka bukan makluk aneh, Di..mereka juga manusia biasa, sama seperti kamu, “ tandas Mami dengan suara tegas nyaris marah kala mataku terbelalak mendengar suara Mbak Shinta yang berubah dari genit menjadi bariton.....

Kadang saya tak habis mengerti, mami rela menghabiskan waktunya untuk mengunjungi “anak-anak asuh” – begitu mami menyebut mereka. Bahkan, mami tak malu kala mereka dengan postur badan mereka yang tinggi, besar merangkul sambil berteriak “Mami.....” ditengah kerumunan orang.....

“Kasihan mereka, mereka selalu dikucilkan oleh keluarga begitu keluarga mereka tahu. Padahal begitu banyak pertanyaan yang mereka tak mampu menjawabnya....mereka juga tidak mau terlahir dengan dorongan perasaan sebagai perempuan sementara mereka terlahir sebagai lelaki. Orang tua mereka biasanya langsung mengusir mereka....padahal mereka menjadi begitu karena salah orang tuanya, “ begitu kata Mami.

Menurut Mami, dalam diri setiap anak laki-laki biasanya ada dua dorongan kepribadian. Kadang keduanya sama-sama menonjol. Pada umur 4 tahun, hal itu dapat terlihat. “Makanya kalau kamu punya anak laki-laki besok, harus waspada, begitu umur 4 tahunan dia suka dandan, atau coba-coba pakai rok, kamu harus menegur dan membimbingnya....” pesan Mami.

Begitulah....Mami.....dia mengajarkan saya untuk memandang kaum waria sebagai manusia biasa, yang harus tetap dihargai dan dihormati. Bahkan Mami juga mengajarkan, mendekati mereka satu persatu agar mereka mulai menata kehidupan mereka secara mapan. “Mbok ya jangan ngider, jualan di jalan, berbahaya....lebih baik buka salon saja, “ begitu saran Mami. Mami mengajarkan mereka untuk bagaimana meminjam kredit pada BRI, bagaimana mereka satu sama lain saling membantu untuk merintis usaha salon.

Perlahan....Mami masuk dalam kehidupan mereka layaknya seorang Ibu. Bahkan pernah suatu hari saya diajak untuk menghadiri “Pernikahan” salah satu diantara mereka. “Ya lebih baik mereka mulai belajar memiliki hanya satu pasangan daripada menjalani kehidupan bebas, “ begitu dalih Mami, waktu saya menanyakan keabsahan “pernikahan” mereka.....

Mami mengajarkan mereka agar mereka tetap mendekatkan diri kepada Sang Pencipta....”Entah ke gereja, entah ke Vihara, entah ke Masjid....yang penting jangan pernah lari dari Tuhan mu, karena kepada Dia akhirnya kamu akan kembali ..., “ begitu kata Mami pada mereka, satu demi satu saat Mami berkunjung ke rumahnya.

Begitulah....saat natal, Gong Xi Fat Choi hingga lebaran kami pun sibuk menerima kunjungan “anak-anak Mami” ....menerima kue tart, menerima ketupat hingga kue keranjang...dan Mami pun sibuk memberikan bingkisan-bingkisan yang sama.....

Pernah suatu saat Mami sibuk mondar-mandir ke kantor polisi hingga ke rumah sakit....”Mbak X meninggal saat garukan....lihat....ada bukti-bukti telah dilakukan kekerasan pada saat garukan tersebut. Padahal Mami sudah sering memperingatkan dia....” kata Mami dengan suara terisak. Untungnya mami juga menganjurkan agar mereka ikut asuransi....padahal mami bukan agen asuransi.....Jadi akhirnya Mba X bisa dimakamkan dengan layak dan bahkan sempat memberikan bakti kepada orang tuanya yang sudah renta. “Ini dari X, Bu....dia titip buat Ibu, “ begitulah akhirnya si Ibu yang telah “membuang” anaknya itu pun menyesali tindakannya yang telah mengusir X....

Ada sebuah cerita unik.... salah satu dari si Mbak tiba-tiba “berubah wujud”.....dari seorang puteri yang cantik jelita menjadi seorang pangeran yang tampan rupawan.....Perubahan itu tak lepas dari pengamatan Mami. Secara khusus Mami langsung mengajak saya berbicara serius.

“Kamu jangan sekali-kali bersikap kasar. Kamu jangan langsung menolak ya....tolong kamu bimbing dulu....biarkan dia menemukan jati dirinya kembali.....tolong kamu bantu dulu, setelah dia bisa berdiri tegak, kamu baru tinggalkan.....tapi ingat harus pelan-pelan, jangan sampai bikin sakit hati atau kaget, “ kata Mami.

Huff!!!! Saya menghela nafas panjang. Tapi rasa sayang saya pada Mami tercinta....membuatku tak sanggup menolak permintaan itu.....begitulah hingga akhirnya si tuan puteri yang berubah menjadi pangeran rupawan itu akhirnya menikah dengan seseorang dan mereka langgeng hingga hari ini beberapa tahun kemudian.....dengan dalih saya masih sekolah (waktu itu saya masih kelas 1 SMA) saya menyatakan belum siap untuk pacaran....

Ingatan saya beranjak ke periode lain dalam kehidupan saya. Pernah suatu saat saya dekat dengan seorang teman....sebut saja “ E”di setiap kuliah, dia selalu terlihat ngantuk. “Jam berapa kamu pulang ?” tanya saya waktu itu. “Agak awal kok, jam 2..tenang aja, Mbak...” jawabnya santai. Dia lebih muda 2 tahun dari saya. Anak perempuan satu-satunya dari seorang Jenderal – begitu konon kabarnya. Saya dekat karena dia sedang tergila-gila pada Y – yang bak seorang adik bagi saya.

“Kalau Y mau, saya janji deh, Mbak, saya akan berubah. Tapi saya butuh pertolongan Y Mbak...kalau Mbak yang bilang Y pasti nurut Mbak.....” begitu pintanya....begitulah akhirnya....saya membujuk Y – “adik” saya agar bersedia “jalan” dengan “E”. “Ayolah, dia butuh pertolongan kamu Yan....” pintaku. “Tapi kabarnya dia bispak Mbak, tega apa adiknya dapat cewek bispak ???” sergah Y. “Siapa yang berhak menentukan siapa yang pantas dan siapa yang tidak pantas bagi kita ? Emang kamu yakin kamu lebih mulia dari dia ? Ayolah....pada dasarnya dia anaknya baik kok. Aku yakin asal niatan kamu tulus, aku yakin dia mau berubah...” pinta saya. Begitulah akhirnya Y jalan dengan E. Akhirnya E mulai belajar mengenal Tuhannya....

Kembali ke masalah Gang Dolly tadi.....setelah jalan berputar-putar.....haruskah Gang Dolly tetal terus dipupuk dan ditumbuhkembangkan tanpa kita menenggok, melihat lebih dalam lagi ??? Berapa banyak lagi hati perempuan-perempuan malang, laki-laki malang (sebab konon kabarnya Gang Dolly tidak hanya menyediakan PSK wanita saja tapi juga PSK pria) yang harus dikorbankan demi lembaran rupiah dan berputarnya roda perekonomian ??? Berapa banyak lagi hati anak-anak malang tak berdosa meski menanggis....menyesali lantaran dia terlahir sebagai anak pelacur ????? (bahkan untuk menulis kata-kata ini pun saya harus menahan hati saya untuk tidak bersedih....) Ya Tuhan......tak hanya merutuki nasibnya, mereka bahkan akhirnya bisa terjerumus pada lubang yang sama jika dia tak segera “dientaskan” , “diangkat” dari jurang yang demikian dalam......

Bukan salah mereka jika mereka mengambil jalan pintas untuk mencari kekayaan....mereka memilih menjual harga diri mereka, menjual diri mereka ketimbang bersusah payah menjadi pembantu.......(karena alasan itu pula saya selalu berusaha lebih menghargai pembantu saya lantaran mereka mau bersusah payah untuk menjadi pembantu ketimbang mencari jalan pintas seperti itu....) sebab mungkin tiada seorang pun yang mau bersusah payah membantu mereka untuk mengerti....

Bukan salah mereka pula jika mereka seolah tak memahami....bahwa semuanya hanya akan menghantar mereka kepada sebuah keabadian siksa yang demikian pedih dan menyakitkan.....sebab mungkin tak ada seorang pun yang mau dengan sabar menerangkan kepada mereka hingga akhirnya mereka memahami bahwa menghindari dari perbuatan dosa sejatinya adalah sebuah perjuangan yang teramat berat sebab pada dasarnya perjuangan terberat dari seorang manusia adalah berjuang melawan diri sendiri.....sebab dari awal diciptakannya alam fana ini....syetan telah berjanji....dia akan terus menerus membujuk, merayu manusia hingga akhirnya manusia mengikuti jalannya......

Bukan salah mereka pula.....sebab sejatinya berdasarkan hukum ekonomi, sebuah usaha JASA hanya akan tumbuh jika ada si pemakai JASA nya....artinya....usaha semacam Gang Dolly hanya mampu bertahan karena ada si pemakai JASA yang “membutuhkan” JASA tersebut.....artinya selama si pemakai JASA terus menerus tumbuh dan bertambah maka usaha JASA itu pun akan terus berkembang.....artinya, jika ada pertanyaan bagaimana memberantas pelacuran ????? Pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab dengan prinsip ekonomi tersebut, selama si pemakai JASA masih tumbuh, maka usaha menyediakan JASA itu pun masih akan terus berkembang.

Meski demikian, salut untuk Pemda-Pemda yang telah berani mengeluarkan Perda Pelarangan Pelacuran seperti Pemda Tangerang. Meski pasti banyak mendapatkan tantangan, cemooh, bahkan ancaman, tapi setidaknya telah berusaha melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin, sebab pemimpin yang baik akan berusaha dan mampu mengajak yang di pimpinnya menuju ke kebaikan. Namun yang perlu diingat usaha pemberantasan pelacuran itu tak cukup hanya menerbitkan Perda Pelarangan Pelacuran, sebab itu artinya hanya menebas rumput di atas permukaan saja, tidak mencabut hingga ke akar-akarnya. Hal yang harus dilakukan adalah mencari pemecahan terhadap sumber permasalahan yang ada yaitu faktor ekonomi.

Program pelatihan usaha terpadu lengkap dengan program bantuan usaha semacam PMPN Mandiri atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri hendaknya tak hanya diperuntukkan di masyarakat pesisir atau pedesaan namun juga dilokasikan untuk pengentasan kemiskinan di lokalisasi semacam Gang Dolly diikuti dengan program Pembinaan dan Bimbingan yang Terpadu....sebab menyadarkan orang yang telah “tertidur lama” dan menikmati indahnya mimpi dari dunia pelacuran hanya dengan siraman rohani, ceramah keagamaan saja. Sebab yang mereka butuhkan lebih dari sekedar “hitam – putih” atau “surga dan neraka “ atau “antara pahala dan dosa” saja, mereka butuh empati, butuh kesabaran dan ketulusan serta peneguhan keyakinan bahwa mereka bisa meninggalkan itu semua asal mereka mau.....meninggalkan dunia gelap yang terlihat gemerlap....menuju ke kehidupan yang lebih baik meski lebih itu berarti membutuhkan keteguhan hati dan perjuangan.....

**) Catatan ini telah dimuat di http://public.kompasiana.com

Tidak ada komentar: